Capres Alternatif, Gatot Versus Anies Siapa Menang?

Jawapos.com – Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC) Zaenal A Budiyono menilai, hastag #2019GantiPresiden kini tidak bisa lagi diklaim milik pendukung Prabowo. Karena selain Jokowi dan rival abadinya, masih sangat dimungkinkan muncul figur laternatif lainnya.

Meskipun diketahui, pada prediksi sebelumnya pilpres 2019 hanya akan diramaikan oleh pertarungan Jokowi versus Prabowo. Namun, wacana poros ketiga yang digarap oleh Demokrat bukan tidak mungkin bisa terwujud.

“Sebetulnya, jika mereka mendukung Prabowo, hastagnya bisa saja langsung 2019 Prabowo Presiden, sehingga berdampak pada penguatan elektabilitas Prabowo. Tapi kan masih soal ganti presiden. Pesannya kurang tegas,” ujar Zaenal pada JawaPos.com, Minggu (10/9).

Lalu bila gerakan #2019GantiPresiden membuka nama alternatif lantas siapa yang terkuat? Zaenalnya mengungkapkan setidaknya ada dua nama yang bisa dikatakan dekat secara politik dengan gerakan ini, yaitu Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan.

Dia menilai, Gatot memiliki modal sebagai mantan Panglima TNI, sementara Anies cukup banyak yang bisa dijual selama menjabat Gubernur DKI Jakarta. Persamaannya, keduanya mampu memanfaatkan media secara baik, yang pada akhirnya menghasilkan dampak elektoral.

Semakin ke sini, kata Zaenal, demokrasi media tak hanya menjual kemasan (pencitraan), sebaliknya masyarakat mulai menuntut substansi. Setidaknya itu yang terlihat pada Pilgub DKI Jakarta 2017, dimana debat menjadi titik tolak meroketnya elektabilitas Anies Baswedan, setelah selalu tertinggal dari Ahok dalam beberapa bulan sebelumnya.

Menurutnya, debat masih akan memberi pengaruh signifikan terhadap elektabilitas kandidat di Pilpres 2019. Dalam kasus Gatot Vs Anies, tanpa mengecilkan kemampuan debat Gatot, Dia melihat Anies sedikit lebih unggul.

“Rekam jejak Anies di dunia aktivis, akademisi hingga politisi dan birokrat sangat dekat dengan tradisi debat. Sementara Gatot dengan latar belakang militer justru lebih dekat dengan tradisi komando. Kesimpulannya, sebagai aktivis Anies sedikit diuntungkan dengan sistem pemilihan langsung,” Jelasnya.

Tidak hanya dalam konteks demokrasi media, lanjut Zaenal, kinerja Anies selama memimpin Jakarta juga tak bisa dipandang sebelah mata. Ia bahkan sudah menyamai keberanian Ahok dalam menantang pemain-pemain lama di Ibu Kota.

“Mulai dari menutup Alexis, menginvestigasi gedung-gedung pencakar langit di Jakarta, hingga menghentikan proyek ratusan triliun, Reklamasi Teluk Jakarta. Semuanya adalah kasus-kasus raksasa yang tak mudah dilakukan oleh pemimpin kelas medioker,” kata dia.

Bahkan, Zaenal menilai, Gatot sebetulnya bukan tidak punya prestasi selama di Panglima TNI, namun sejauh ini dinilainya tidak ada yang benar-benar monumental dan membekas di benak publik.

“Saya sebenarnya sangat tertarik dengan strategi pertahanan ala Pak Gatot yang berbasis perang memperebutkan sumber pangan dan proxy war. Ini merupakan pemikiran yang luar biasa. Namun konsep besar tersebut sepertinya belum tuntas dijalankan saat Gatot di pucuk pimpinan TNI,” pungkasnya.

Leave a Reply