Tempo.co – Zaenal A. Budiyono Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC) memaparkan tentang calon wakil presiden pendukung Joko Widodo atau Jokowi dalam pilpres 2019. Menurut dia, problem sekarang di Indonesia adalah ekonomi.
“Kalau ingin berkoalisi berdasarkan program, maka dia (Jokowi) harus cari cawapres yang sangat paham dengan ekonomi,” kata Zaenal dalam diskusi DCSC berjudul “Koalisi (Bukan) Harga Mati…? di Pulau Dua Resto, Senayan, Jakarta, Selasa 10 Juli 2018.
Menurut Zaenal, tantangan periode ke-2 biasanya lebih realistis dan berat. “Infrastruktur dibangun, tapi ada lubang-lubang, seperti hutang BUMN, hutang luar negeri dan perang dagang dari Amerika dan Cina yang berefek ke Indonesia,” kata dia.
Zaenal membahas soal tokoh muda, seperti Anies Baswedan. Dia menilai Anies di Jakarta memiliki modal untuk sesuatu yang spektakuler, misalnya reklamasi dan mengaudit gedung-gedung. “Tapi publik butuh sesuatu yang real. Pak Anies belum real dalam setahun,” ujarnya.
Menurut dia, sebaiknya modal itu Anies tumpuk sampai lebih besar. “Kenapa Jokowi bangun infrastruktur? Karena itu dirasakan langsung oleh publik.”
Pengamat politik sekaligus Eksekutif Kedai Kopi, Hendri Satrio, mengatakan menurut survei, Prabowo Subianto dan Jokowi masalahnya sama, yaitu dianggap kurang religius oleh publik.
Dia pun membagi beberapa kriteria cawapres Jokowi. Pertama adalah religius. “Kalau yang dicari religius, maka saya menjagokan Tuan Guru Bajang (Gubernur Nusa Tenggara TGB Zainul Majdi),” kata Hendri. Dia mengatakan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar juga bisa masuk kriteria ini.
Lantas untuk kriteria ketua partai politik, Hendri menilai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, Romahurmuziy. Figur Romi dianggap juga religius.
Dari kriteria teknokrat, menurut Hendri, ada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, pengusaha Chairul Tanjung, Menteri Keuangan Sri Mulyani,
serta Rizal Ramli. Namun Hendri menilai Rizal Ramli kemungkinan besar tidak dipilih karena soal kedekatan dengan Jokowi.
Kriteria berikutnya adalah dari kalangan militer. “Kenapa kriteria ini disebut paling bawah? Karena berdasarkan survei, Jokowi dan Prabowo sudah dipersepsikan tegas, jadi tidak begitu berpengaruh jika cawapresnya berlatar militer,” ujar Hendri. Meski, kata dia, belakangan muncul nama Moeldoko untuk cawapres Jokowi.